Pemudakatolik.or.id – Dinamika terjadi pasca keputusan Kuria Kesukupan Timika yang mengeluarkan surat pembekuan rekomendasi kepada umat Katolik dalam tahapan seleksi Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama Papua Tengah.
Menyikapi dinamika itu, Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik menginisiasinya melalui webinar, “Mengawal Persoalan Kursi Pokja Agama Katolik Provinsi Papua Tengah” berlangsung Selasa,18/7-2023, dimoderatori Hengki Yeimo, Jurnalis Tabloid Jubi.
Menghadirkan Narasumber, Pastor Delegatus Keuskupan Timika, RD Yuvensius A. Tekege, Sekretaris Eksekutuf Komisi Kerasulan Awam KWI, RD Hans Jeharut dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan Papua, Dani Nawipa.
Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Stefanus Asat Gusma diawal sambutanya mengatakan, ”Dalam kasus ini, kita perlu terus mempejuangkan hak-hak umat Katolik di MRP ini. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dari berbagai komponen dalam menyuarakan dan terus mengawal hingga ke tingkat pemangku kebijakan di pusat,” ujarnya.
Dibutuhkan komitmen bersama menurut Gusma, ” Apapun yang kita perjuangkan, harus ada kekompakan secara gotong-royong menyuarakan dan terus mengawal. Saya siap kawal di tingkat pusat,” tegas Gusma.
Adanya diskusi ini mendapat apresiasi dari Pastor Yuvensius, ”diskusi ini merupakan bentuk keseriusan kita bersama seperti yang diutarakan Ketua Umum, Gusma. Perlunya konsolidasi bersama dalam memetakan persoalan di berbagai lini. Lebih khusus posisi Agama Katolik di MRP Papua Tengah”, ungkap Pastor Yuvensius.
Semula berangkat dari sikap Keuskupan Timika melalui Pastor Yuvensius yang kemudian membekukan keputusan dalam tahapan seleksi MRP tersebut.
Menurut Pastor Yuvensius menilik kembali kasus tersebut, ada yang keliru. ”Publik melihat lembaga keagamaan, dugaan saya, mereka pikir lembaga keagamaan itu sama dengan gereja. Saya menilai ada kekeliruan dan kesalahan dalam menterjemahkan Pergub dan Perdasi. Kalau mau dilihat, sejarah penginjilan Gereja Katolik sudah 129 tahun di wilayah ini. Anehnya, keberadaanya hari ini dalam kasus ini, tidak diakui ada apa?” catatan kritis Pastor Yuvensius.
Obet, peserta webinar mempertanyakan kepada Pastor Yuvensius, ”Sejauh ini belum ada tangapan dari pihak terkait. Nah, apabila proses itu terus berjalan dan ada dua oknum dari unsur Agama Katolik yang “ditetapkan,” Mendagri, itu tetap mengikuti proses pelantikan, apa sikap Kesukupan Timika?
“Apabila atas nama Agama Katolik, itu jelas berunjuk pada ketegasan pada surat pembekuan Keuskupan Timika. Jika kemudian dipaksakan, kami akan meminta pertanggungjawaban dan tentu kami tetap tempuh jalur hukum,” ujar Pastor Yuvensius.
Untuk itu, pihaknya tetap tegas dan menempuh jalur hukum selanjutnya. Ditegaskan lagi,” Kami tidak tidak mengejar jabatan. Tetapi soal ini menjadi catatan penting bagi pendidikan hukum bagi umat Katolik kedepannya. Terlepas dari itu, Gereja Katolik tetap komitmen atas keputusan yang telah diambil sebelumnya.
“Kami tetap menjadi mitra pemerintah, mendukung semua kebijakan dari pusat hingga kampung. Hanya saja, dalam anggota MRP ini diusahakan oleh Gereja Katolik, tidak dihiraukan dan diakomodir,” tegasnya.
Sementara itu, beberapa hal yang disampaikan Pastor Hans melihat ada indikasi cacat hukum secara prosedural dan adminstrasi yang dilakukan Panitia Seleksi MRP Papua Tengah. Untuk itu, menurutnya, proses advokasi litigasi yang telah dilakukan melalui kawan-kawan di LBH Talenta Papua itu, diharapkan agar terus dikawal.
Jangan sampai ada yang menempuh jalan sendiri tanpa mengindahkan apa yang telah diputuskan Keuskupan Timika.
“Kami di KWI juga tetap mendorong kepada pihak terkait di pusat. Kita butuh konsolidasi serius, jangan anggap remeh akan pentingnya kosolidasi dari tinggat atas hingga pada pengambil kebijakan di derah. Soal advokasi litigasi dan non litigasi hingga menempuh jalur hukum sudah pasti kami KWI juga dorong,” terangnya.
Nawipa mengakui, adanya kelemahan dalam proses itu, ” Saya akui telah terjadi kerancuan dari pandangan aturan. Artinya cacat administrasi. Sebab Agama Katolik tidak masuk dalam lembaga Agama, namun dianggap bagian dari denominasi agama lain?
“Padahal 8 kabupaten di Pegunngan Tengah Gereja Katolik sudah ada. Dan Pansel tidak pernah mengakui nota keberatan…” tambah Nawipa.
“Apabila nota keberatan itu tidak diakui, maka itu merupakan pelanggaran terhadap Agama Katolik. Kami tetap komintmen mendorong proses hukum mulai dari litigasi yang sedang berjalan hingga tahap selanjutnya,” tutup Dani Wawipa.
@Laporan Alfonsa Wayap