Pemudakatolik.or.id – Dalam rangka menyambut Pentahbisan dan Misa Stasioner Uskup Terpilih Keuskupan Jayapura, Pemuda Katolik menggelar Webinar dan sekaligus launching buku “Uskup Orang Asli Papua Kenyataan dan Harapan” yang ditulis oleh Pastor Oksianus E. Bukega, dkk. Webinar tersebut dilaksanakan secara daring pada hari Selasa, 31 Januari 2023 pukul 15.00-17.00 WIB dengan mengangkat tema “ Uskup Orang Asli Papua Pertama Kado Terindah Bagi Umat Katolik di Tanah Papua”.
Dalam sambutan pembukaan, Ketua Departemen Gugus Tugas Papua, Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Melkior N.N Sitokdana mengatakan kegiatan tersebut dilaksananakan dalam rangka menyambut Pentahbisan Uskup Orang Asli Papua Pertama yang akan dilaksanakan tanggal 2 Februari 2023. Dirinya berharap dengan adanya Uskup Orang Asli Papua Pertama ini membuka jalan bagi Imam Pribumi Papua lainnya menjadi Uskup di Keuskupan Se-Tanah Papua.
Prof. Dr. Nico Syukur Dister OFM dalam sesi diskusi mengatakan berlangsungnya konsili ekumenis yang ke-21 ini, dari 11 Oktober 1962 sampai 8 Desember 1965, benar-benar merupakan tonggak dalam sejarah Gereja universal. Sama halnya, tetapi pada skala Gereja lokal, dengan pengumuman pada tanggal 29 Oktober 2022 bahwa Sri Paus telah memilih RD Yanuarius Theofilus Matopai You, Pr. menjadi uskup Keuskupan Jayapura. Pengumuman ini patut dipandang sebagai tonggak sejarah Gereja Papua. Prof. Dr. Nico Syukur Dister OFM juga menjelaskan tentang Proses inkulturasi Gereja Katolik ke dalam budaya “Papua Barat” berlangsung dalam tiga periode yang sepatutnya dipandang sebagai tiga tonggak sejarah Gereja Papua di Tanah Papua, yaitu Periode I: Dari Agama Suku kepada Agama Kristiani, Periode II: Dari Pimpinan Gerejawi yang “Asing” kepada yang “Pribumi Indonesia” dan Periode III: Perkembangan Gereja Lebih Lanjut-Dari Indonesianisasi menuju Papuanisasi.
Paskalis Kossay, S.Pd., M.M. selaku Tokoh Awam Katolik Papua mengatakan kehadiran Uskup Baru Orang Asli Papua sejalan dengan visi Gereja Katolik, Visi membangun gereja mandiri dan visioner. Dengan visi ini melahirkan Uskup Orang Asli Papua. Menurutnya, pengembangan iman Katolik di Tanah Papua dari waktu ke waktu mengalami degradasi. Kesempatan itu dipengaruhi oleh gereja dan agama lain sehingga banyak yang pindah. Oleh karena itu, dengan adanya Uskup Orang Asli Papua ini semoga memberikan memberi motivasi dan kepercayaan diri bagi umat Katolik pribumi untuk itu terlibat aktif dalam pengembangan iman umat.
Helda Richarda Ambay selaku Tokoh Awam Katolik Papua Selatan mengatakan Gereja Katolik masuk di wilayah Selatan Papua sudah mau 118 tahun. Motivasi awal geraja masuk adalah untuk memanusiakan-manusia, namun akhir-akhir ini ada sedikit perubahan motivasi. Hal tersebut tampak dari program pelayanan dan cara pelayanan. Dua Keuskupan di wilayah Selatan selama ini mendatangkan Imam dari luar, tanpa ada pemberdayaan Orang Asli Papua menjadi Imam. Selama satu abad lebih Geraja Katolik di Selatan Papua hanya menghasilkan 17 Imam Orang Asli setempat. Helda Richarda Ambay berharap Uskup Orang Asli Papua pertama ini memberikan nuansa dan motivasi tersendiri, maka konsolidasi berorientasi pada pendidikan keluarga Katolik. Bangkitkan iman dan pendidikan lewat keluarga. Dari keluarga akan tumbuh calon-calon Imam Putra Asli Papua. Selain itu, Uskup Baru juga perlu konsolidasi terhadap motivasi pelayanan dari STFT Fajar Timur. Menyiapkan pastor-pastor Asli Papua yang kreatif dan inovatif dalam mendukung pengembangan potensi ekonomi dan sosial-budaya di tengah-tengah masyarakat.
Pastor Oksianus E. Bukega, SS sebagai Penulis Buku “Uskup Orang Asli Papua Kenyataan dan Harapan” menjelaskan seputar isi buku yang akan diterbitkan oleh PT. Kanisus, Yogyakarta. Menurutnya, para uskup bekerja bukan untuk sebuah suku atau golongan tertentu di Tanah Papua, melainkan memperjuangkan kepentingan umum manusia (bonum commune). Akan tetapi, yang harus diingat bahwa para uskup bekerja di Tanah Papua dengan beragam dinamika sosial. Oleh karena itu, para uskup harus menjadi gembala yang berkewajiban melindungi umatnya, memajukan iman umat pribumi Papua agar makin mengakar dan mencintai Gereja Katolik Papua. Sebab Gereja (pimpinannya) adalah jawaban langsung bahwa orang Papua masih menaruh harapan besar kepada Gereja sebagai tempat perlindungan, benteng terakhir yang menjaga kehidupan di atas Tanah Papua.
Ketua Komda Papua Barat, Yustina Ogoney, SE dalam sesi penanggap mengatakan Pentahbisan Uskup OAP Pertama ini menenangkan batin, menjawab kegelisaan dan kerinduan umat Katolik di Tanah Papua. Akhir-akhir ini orang asli Papua sedikit hilang kepercayaan terhadap institusi Gereja, namun dengan adanya Uskup Orang Asli Papua ini semoga umat semakin percaya. Orang Papua hidup dalam berberbagai persoalan sosial, budaya, lingkungan, ekonomi, politik dan HAM. Maka pergumulan Orang Asli Papua sudah semestinya menjadi pergumulan Gereja Katolik.
Katolik Komda Papua, Melianus Asso mengatakan Pentahbisan Uskup OAP Pertama ini merupakan doa dan harapan umat Katolik pribumi Papua. Uskup OAP hadir di tengah tantangan yang berat, terutama iman umat Katolik Asli Papua semakin berkurang. Misalnya di Wamena beberapa kelompok umat sudah pindah gereja atau agama lain. Persoalan ini mesti menjadi atensi Bapak Uskup baru bersama semua stakeholders agar iman katolik bisa tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yang heterogen.
Pada akhir diskusi, beberapa Akademisi yang hadir dalam Webinar tersebut, yaitu Dr. I Ngurah Suryawan, S.Sos.M.si, Dr. Bernarda Meteray dan Robertus Yewen,S.Sos,M.Si juga turut memberikan saran dan rekomendasi kepada semua stakeholder dalam momentum Uskup Pertama Orang Asli Papua, yaitu: mendorong terbentuknya Universitas Katolik Papua, peningkatan mutu pendidikan kontekstual Papua, menghidupkan kembali pendidikan inisiasi adat, pengembangan ekonomi umat dan pengembangan komunitas seni-budaya Papua.*