Minggu, Agustus 17, 2025

Mgr. Padma, Pengarang Mars Pemuda Katolik, Pastor Militer Pertama Indonesia

Must Read

Pastor Letnan Kolonel (Tituler) Johanes Obroes Hardjana Padmasepoetra, Pastor Militer (Military Chaplain) Republik Indonesia yang pertama. RD. J.O.H. Padmasepoetra merupakan seorang imam diosesan Keuskupan Agung Semarang. Ia diangkat menjadi Pastor Militer yang pertama dengan penganugerahan pangkat tituler Letnan Kolonel pada 14 Agustus 1950. Romo Padmasepoetra diserahi amanat menjadi Kepala Pastor Militer sekaligus Kepala Pusat Rawatan Rohani Katolik Angkatan Darat (Pusrohkat AD).

Ia memang sudah disiapkan oleh Mgr. Soegijapranata, Uskup Agung Semarang untuk reksa rohani anggota Angkatan Perang. Maka ketika Menteri Pertahanan RI Sri Sultan Hamengkubuono IX memutuskan untuk dibentuknya staf Perawatan Rohani (No.59/MP/1949), Mgr. Soegijapranata telah siap. Dua bulan setelah pengangkatan, 25 Desember 1949, Vatikan mengeluarkan keputusan untuk membentuk Keuskupan Militer Indonesia dan mengangkat Mgr. Soegijapranata sebagai Vikaris Militer Indonesia.

Keuskupan Militer Indonesia atau disebut Ordinariat Militer Indonesia, yang juga umum disebut Ordinariatus Castrensis Indonesia (OCI) adalah suatu ordinariat militer dari Gereja Katolik Roma. Yurisdiksi tersebut menyediakan pelayanan pastoral kepada umat Katolik yang bergabung dalam kesatuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), beserta keluarga mereka. Ordinariat ini tidak termasuk dalam provinsi gerejawi mana pun dan tunduk langsung pada Takhta Suci Vatikan.

Romo Padma pernah ikut secara langsung dalam pendampingan militer saat operasi TNI melawan gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) di awal dekade 50-an. Pada 1958, berkat karya pelayanan rohani yang ia lakukan di lingkup militer, Sri Paus menganugerahinya gelar Monseigneur (Mgr.) Tituler.

RD. Padmaseputra foto bersama pejabat militer Indonesia

Pernah Bertugas di Lampung
Mgr. Soegijapranata menerima surat tentang situasi umat Katolik di Lampung dan mengirim Romo Padmaseputra berangkat ke Lampung tahun 1947.

Tidak banyak catatan bagaimana Romo Padmaseputra mencapai Lampung. Yang jelas sesudah persetujuan Linggarjati kedua belah pihak Indonesia dan Belanda sementara waktu menghentikan pertempuran. Kesempatan ini dipakai Pastor Padmoseputa untuk pergi ke Lampung dan bulan Juli 1947 ia tiba. Meski gereja Tanjungkarang dan pastoran telah dikembalikan, tetapi Romo Padmoseputra lebih suka mengendalikan kerja pastoralnya dari Pringsewu. Dari sini ia mengatur perjalanan keliling stasi-stasi yang lain, Metro, Tanjungkarang, Gisting, dan lain-lain.

Romo Padmoseputra tidak hanya larut dalam pelayanan sakramental saja. Ia juga berpikir jauh ke depan. Pendidikan adalah modal utama masyarakat menuju perubahan. Maka ia membuka lagi sekolah-sekolah.

Di Pringsewu. Tahun 1948 ia membuka Sekolah Menengah Katolik di Pastoran Pringsewu. Ternyata banyak masalah menghadang. Buku pelajaran nyaris tak ada. Sedikit buku-buku yang ada harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebab pada masa kolonial sekolah lanjutan selalu memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Belum lagi menyiapkan tenaga pengajarnya. Ini semua merupakan tugas tambahan yang cukup menyita tenaga dan pikiran selain tugas utamanya. Bercermin pada masa penjajahan Jepang, ketika Lampung ditinggalkan semua gembalanya, Romo Padmoseputra bermaksud merintis pendidikan imam di antara pemuda pribumi. Diantara siswa-siswa SMK itu ditanyakan apakah mereka berminat menjadi imam. Beberapa orang berminat untuk mencoba. Kepada mereka diberikan tambahan pelajaran bahasa Latin yang diberikan oleh Romo Padmoseputra sendiri. Dari kelompok ini ternyata di kemudian hari empat orang ditahbiskan sebagai pastor SCJ pribumi yang pertama. Salah seorang dari mereka adalah Soewiyata atau Mgr. Andreas Henrisoesanta, Uskup Tanjungkarang.

Ada sebuah pelajaran politik kebangsaan yang menarik bagi umat Katolik Lampung ketika Romo Padmaseputra mendampingi mereka. Ketika Belanda masuk Pringsewu dalam Agresi I 1947, ia mengajak seluruh penghuni asrama dan susteran mengungsi ke Padangbulan. Waktu itu para pejuang kemerdekaan telah mundur ke luar kota Pringsewu. Alasan yang mendasar bukanlah dari segi keamanan, karena pasukan Belanda akan menjamin keselamatan mereka. Tetapi umat Katolik harus menyatukan diri dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia yang sedang berjuang. Dengan bertahan di Padangbulan Romo Padmaseputra memberi ketegasan bahwa menjadi Katolik tidak berarti bermental kolonialis. Umat Katolik harus berada dalam satu barisan dengan bangsanya yang sedang mengusir penjajah. Sikap Romo Padmaseputra ini membuat masyarakat percaya kepada eksistensi Gereja Indonesia di Lampung. Romo Padmaseputra sebagaimana dikenang salah seorang suster Fransiskanes merupakan pribadi yang disiplin, berwibawa, penuh semangat dan pendoa yang teguh. Kepribadian dan keimanan yang kuat memberi pengaruh yang sangat positif kepada para suster di pengusian.

Potongan SK Presiden Republik Indonesia No. 168 Tahun 1959 tentang Pengangkatan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung Presiden Soekarno
Berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.168 Tahun 1959 tentang Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, Mgr. Padmaseputra diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara. Selain Romo Padma, IJ Kasimo juga ada dalam SK tersebut. Romo Padma menjadi anggota DPA sampai ia mengundurkan diri pada 1 Januari 1965 yang kemudian digantikan Pastor Prof. Dr. Driyarkara, S.J.

Romo Padmaseputra menulis lirik Mars Pemuda Katolik bersama R Paulus Soemadi Padmobusono. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai penggubah kidung Haec Dies (Puji Syukur), yang biasa dinyanyikan saat Masa Paskah.

Romo Padmaseputra wafat pada 2 Januari 1982 dan dimakamkan pada 4 Januari 1982 di Kerkop Muntilan, Yogyakarta.
(/costmust)

Keputusan Presiden Republik Indonesia No.105 Tahun 1965 tentang persetujuan Presiden Soekarno pengunduran diri Mgr. Padmaseputra sebagai Dewan Pertimbangan Agung
Papan Pengumuman Wafatnya RD. Padmaseputra

Referensi:
1. “Menjadi Katolik, Nasionalis, dan Pancasilais Sejati; Mempertahankan Cita-cita Proklamasi”, 2020; Yulius Kardinal Darmaatmadja, S.J.
2. Paulus Jepri Cahyono, LINTASAN PERJALANAN PAROKI KATEDRAL KRISTUS RAJA – KEUSKUPAN TANJUNGKARANG, Online: https://paulusjeprijojog.blogspot.com/p/sejarah.html
3. SK Presiden Republik Indonesia No.168 Tahun 1959 tentang Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/c0/Almanak_lembaga-lembaga_negara_dan_kepartaian.pdf
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.105 Tahun 1965 tentang persetujuan Presiden Soekarno pengunduran diri Mgr. Padmaseputra sebagai Dewan Pertimbangan Agung
5. G. Budi Subanar, SJ, “Soegija: Catatan Harian Seorang Pejuang Kemanusiaan”, Galangpress, 2012

Foto berasal dari Arsip Keluarga Pst. J.O.H. Padmasepoetra dan diperoleh melalui perantaraan admin IG oud.klasikindo.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
Latest News

Pemuda Katolik Jambi Moderatori Tirakatan Kebangsaan HUT RI Ke-80 di Paroki Gregorius Agung

Kota Jambi, pemudakatolik.or.id – Memperingati Hari Kemerdekaan Ke-80 Republik Indonesa, Paroki St.Gregorius Agung Jambi menyenggarakan Tirakatan Kebangsaan dengan lokasi...
spot_img

More Articles Like This