Pada tanggal 27 November 2024 Indonesia merayakan pesta demokrasi yaitu Pilkada. Umat Katolik di Jawa Barat memiliki peran strategis dalam mendukung terciptanya pemilu yang jujur, adil, dan demokratis. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, umat Katolik dipanggil untuk ikut serta dalam setiap tahapan proses demokrasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dasar Hukum dan Keterlibatan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 448 mengamanatkan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu. Hak ini bukan hanya sebatas kewajiban administratif, melainkan juga panggilan moral untuk berkontribusi dalam memilih pemimpin yang berintegritas dan mewujudkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
Umat Katolik, sebagai bagian dari masyarakat sipil, dapat mengambil peran aktif dengan pertama, Meningkatkan Partisipasi Pemilu. Umat Katolik didorong untuk tidak hanya sekadar menggunakan hak pilih, tetapi juga memastikan bahwa suara mereka diberikan secara bertanggung jawab dengan mempertimbangkan calon yang memiliki integritas dan visi yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Kedua, Pendidikan Politik. Gereja Katolik, melalui komunitas-komunitas paroki dan kelompok kategorial, dapat menyelenggarakan pendidikan politik yang mendorong umat untuk memahami pentingnya Pemilu sebagai instrumen perubahan sosial. Ketiga, Pengawasan dan Pemantauan. Umat Katolik juga diharapkan menjadi pengawas yang aktif, baik melalui lembaga resmi seperti Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) maupun secara mandiri, untuk memastikan proses pemilu berjalan dengan jujur dan adil.
Tanggung Jawab Moral dan Spiritualitas
Keterlibatan umat Katolik dalam Pemilu tidak terlepas dari tanggung jawab moral yang diajarkan oleh Gereja. Ensiklik “Gaudium et Spes” menegaskan bahwa orang beriman memiliki kewajiban untuk terlibat aktif dalam membangun tata dunia yang lebih adil dan damai. Gaudium et Spes menekankan bahwa manusia, sebagai makhluk sosial dan spiritual, dipanggil untuk terlibat dalam membangun dunia yang mencerminkan keadilan, solidaritas, dan perdamaian.
Pemilu merupakan salah satu sarana bagi umat Katolik untuk berpartisipasi aktif dalam menentukan arah kebijakan publik yang mendukung nilai-nilai moral universal, seperti penghormatan terhadap martabat manusia, perlindungan terhadap kaum lemah, dan pemeliharaan keutuhan ciptaan. Oleh karena itu, memilih pemimpin yang berkomitmen pada nilai-nilai tersebut tidak hanya merupakan hak, tetapi juga tanggung jawab etis yang melekat pada iman Kristen. Peran serta dalam Pemilu juga dapat dipahami sebagai bentuk nyata dari iman yang diwujudkan dalam tindakan kasih.
Gereja mengajarkan bahwa iman tidak hanya merupakan hubungan personal dengan Tuhan, tetapi juga memerlukan aktualisasi dalam kehidupan sosial. Melalui partisipasi politik yang bertanggung jawab, umat Katolik dapat menjadikan suara mereka sebagai ungkapan solidaritas terhadap sesama, terutama mereka yang paling membutuhkan keadilan dan perlindungan.
Dengan demikian, keterlibatan dalam Pemilu bukan sekadar tugas administratif, tetapi juga panggilan spiritual untuk menjadi terang dan garam dunia, sebagaimana diajarkan dalam Injil. Hal ini memperlihatkan bahwa iman yang hidup senantiasa menggerakkan individu untuk berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik sesuai dengan kehendak Allah.
Tantangan dan Harapan
Di tengah dinamika sosial-politik Jawa Barat, umat Katolik diharapkan mampu menjadi teladan dalam membangun budaya demokrasi yang sehat. Tantangan seperti politik uang, hoaks, dan intoleransi harus dihadapi dengan keberanian untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan persaudaraan.
Jawa Barat menghadapi berbagai tantangan besar, dari kesenjangan ekonomi hingga ancaman bencana alam. Meski PDB per kapita mencapai Rp78,5 juta pada 2023, ketimpangan distribusi kekayaan tetap mencolok.
Selain itu, tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,83% di 2022 menunjukkan lemahnya kualitas SDM, terutama dari lulusan SD. Kemiskinan sebesar 7,97% masih banyak ditemukan di pedesaan, sementara kemacetan di Jabodetabek dan Bandung selalau merugikan ekonomi miliaran rupiah per hari. Dalam hal kualitas udara, Indeks Kualitas Udara (IKU) juga memburuk akibat limbah industri. Beban ini ditambah pula dengan ancaman bencana alam. Dalam kurun waktu 2019-2023, 1.234 bencana alam terjadi dan masih akan mengintai Jawa Barat. Jawa Barat membutuhkan pemimpin visioner, tegas, dan berintegritas untuk menjawab tantangan ini dengan strategi pembangunan yang komprehensif, fokus pada pemerataan ekonomi, peningkatan SDM, keberlanjutan lingkungan, serta mitigasi bencana.Dengan komitmen yang kokoh, umat Katolik di Jawa Barat dapat menjadi agen perubahan yang nyata dalam Pemilu, sekaligus berkontribusi pada penguatan demokrasi di Indonesia. Tanggung jawab ini tidak hanya sebagai warga negara, tetapi juga sebagai umat beriman yang terpanggil untuk membawa terang dan harapan bagi bangsa dan negara, termasuk dengan memilih pemimpin yang tepat untuk menjawab berbagai tantangan di daerah ini.
Penulis
Bidang Riset, Advokasi dan Bantuan Hukum Pemuda Katolik Komda Jabar
Wensenslaus Aprianus Geu, S. Fil.
Padro Franciscus P Pakpahan,S.H.