Jayapura, Jubi – Pemuda Katolik Komisariat Daerah Provinsi Papua menyayangkan penangkapan empat mahasiswa saat mengikuti misa pagi di Gereja Katolik Gembala Baik, Abepura, Kota Jayapura, pada Minggu (1/12/2019). Polisi dinilai tidak tahu sopan santun gereja dan penganutnya.
Sebelumnya, polisi telah menangkap empat mahasiswa yang membawa bendera bintang kejora dan mengenakan asesori bintang kejora dalam misa di Gereja Katolik Gembala Baik pada Minggu. Keempat mahasiswa itu adalah Marvin Yobe, Desepianus Dumupa, Paul Halapok dan Devion Tekege.
Mereka sudah diperiksa polisi, dan kini sudah dipulangkan. Akan tetapi, pada Senin (2/12/2019) polisi memanggil dan memeriksa Pastor Paroki Gereja Katolik Gembala Baik Abepura, RD James Kossay untuk mengklarifikasi keberadaan keempat mahasiswa yang mengikuti misa dengan membawa bendera bintang kejora itu.
Ketua Pemuda Katolik Komisariat Daerah Provinsi Papua, Alfonsa Wayap menyayangkan tindakan polisi menangkap keempat mahasiswa saat berada di dalam gereja. “Kami sangat menyangkan penangkapan yang terjadi di Gereja Gembala Baik,” kata Wayap kepada jurnalis Jubi, Selasa (3/12/2019).
Wayap menyatakan ia telah menerima informasi bahwa keempat mahasiswa yang ditangkap sudah dibebaskan. Akan tetapi, Pemuda Katolik tetap mengkritik cara polisi menjalankan proses penegakan hukum. Polisi dinilai tidak tahu sopan santun terhadap rumah ibadah dan penganutnya.
“Cara yang dilakukan pihak keamanan sangat tidak beretika. [Penangkapan dilakukan pada] saat orang sedang mempersiapkan diri untuk melakukan misa, [hal itu] sangat mengganggu ketenangan setiap umat,” kata Wayap.
Wayap menilai tindakan polisi melanggar hak seseorang atas kepercayaan dan menjalankan ibadah sesuai ajarannya imannya. “Tentu saja, itu sangat mengekang hak asasi manusia untuk beribadah dengan tenang kepada Tuhan,” ujarnya.
Pemuda Katolik meminta semua pihak menghentikan cara-cara represif yang berlebihan terhadap orang Papua, termasuk menangkap orang Papua yang sedang beribadah di dalam rumah ibadah. “[Cara seperti itu] hanya akan membuat trauma yang berkepanjangan. Masih banyak pelanggaran hak asasi manusia yang belum diselesaikan negara,” tegasnya.
Wayap menyatakan polisi mesti memahami keempat mahasiswa yang membawa bendera itu tidak akan menimbulkan keputusan politik apapun. Bendera yang dibawa hanyalah ekspresi seorang beriman dalam perayaan imannya atas pergumulannya.
“Kami tegaskan, membawa bendera dalam gereja tidak berarti langsung [membuat] Papua merdeka saat itu. Masih ada pendekatan persuasif yang bisa dilakukan polisi, khususnya di dalam gereja,” kata Wayap.
Pdt Nicolas Degey, anggota Majelis Rakyat Papua dari perwakilan gereja KINGMI Papua, mengatakan pengakapan itu tidak akan menyelesaikan masalah. Penangkapan itu hanya akan menambah pengalaman kolektif generasi Papua dalam berelasi dengan Negara atau aparat keamanan. “Orang bawa bendera itu warisan yang tidak mungkin selesai dengan penangkapan,” tegas Nicolas Degey.
Sumber: Jubi