Pemudakatolik.or.id, Jakarta – Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928 di Yogyakarta menjadi cikal bakal lahirnya berbagai federasi lintas agama dalam memperjuangkan nasib perempuan. Ada ragam persoalan perempuan yang disampaikan dalam kongres itu: kekerasan, perkawinan anak, perburuhan, pendidikan perempuan, konservatisme agama, perempuan sebagai komoditas politik, dan litani persoalan lainnya.
Untuk mengenang kembali peran perempuan di tengah bangsa yang ke-94 tahun 2022, pemerintah mengusung tema, “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Wasekjen Bidang Perempuan dan Anak Pengurus Pusat (PP) Pemuda Katolik Agustina Doren mengatakan peringatan ini adalah momentum penting untuk merefleksikan kembali sejauh mana peran perempuan dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.
Agustina menilai tema ini mendudukan posisi perempuan menjadi aktor strategis dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunan di desa, tetapi juga pembangunan secara nasional agar dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera.
Peran perempuan, sebutnya sangat terasa saat ini. Peran mereka selain mempercepat kesetaraan dan pemulihan bangsa, juga mendorong adanya kebijakan publik untuk mengatasi unpaid care work, mendorong pemanfaatan teknologi dalam berusaha.
Agustina mendesak kementerian, lembaga, serta organisasi non pemerintah agar semaksimal mungkin meningkatkan partisipasi perempuan dalam ekonomi digital. Peran perempuan pelaku UMKM, aktor wirausaha yang menguasai platform digital, jejaring sosial, penggunaan big data, kreator konten adalah kunci utama pemberdayaan perempuan menuju Indonesia maju.
“Perempuan harus bangkit mandiri secara ekonomi dan memanfaatkan momentum digital ekonomi. Biar perlu tidak hanya menjadi pelaku UMKM, justru bisa menciptakan lapangan kerja luas di era digitalisasi ini,” ujarnya.
Selain keterlibatan perempuan di ekonomi digital, Agustina menegaskan perlu kerjasama seluruh stakeholder bangsa agar serius memperhatikan kualitas hidup perempuan. Isu-isu kritis perempuan itu, katanya, masih dirasakan perempuan saat ini. Persoalan kemiskinan, kesehatan, kekerasan, ekonomi dan pendidikan, perkawinan paksa, ketidakmampuan mengambil keputusan, beban ganda perempuan, perempuan adat kehilangan peran, kesetaraan gender dengan bentuk-bentuknya seperti marginalisasi, pelebelan kelas dua, diskriminasi, dan sebagainya. “Isu-isu kritis perempuan ini harus menjadi konsen bangsa ini agar visi pemberdayaan perempuan semakin terasa,” sebut Agustina.
Satu isu kritis yang tak kalah penting menurut Agustina adalah merintah perlu memprioritaskan ketersediaan layanan dan mengusahakan penurunan angka kematian ibu dan balita. “Beban kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tahun 2017 tercatat 300 ribu ibu meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan, dan lebih dari 5 juta balita meninggal setiap tahun,” sebut Agustina.
Menurutnya, perlu langkah-langkah konkret untuk memperhatikan kualitas hidup perempuan dan kerjasama memutuskan isu-isu kritis perempuan. Sebab perempuan adalah pilar utama menuju Indonesia emas 2024.