Minggu, November 2, 2025

Merajut Militansi dan Spiritualitas: Pemuda Katolik Pontianak di Bawah Kepemimpinan Baru

Must Read

Pontianak, pemudakatolik.or.id – Sabtu sore, 13 September 2025, halaman Rumah Dinas Wali Kota Pontianak tampak lebih ramai dari biasanya. Puluhan pemuda berbalut kemeja kuning khas Pemuda Katolik memenuhi Aula utama. Di atas panggung, spanduk bertuliskan Masa Penerimaan Anggota, Pelantikan Pengurus, dan Rapat Kerja Cabang Pemuda Katolik Komisariat Cabang Pontianak 2025–2028 terpasang mencolok.

Hari itu, sebanyak 47 pengurus baru resmi dilantik. Sorak tepuk tangan menggema ketika nama Stefanus Paras Agung, S.K.M., disebut sebagai Ketua Pemuda Katolik Komcab Pontianak periode 2025–2028. Dengan wajah penuh semangat, Stefanus menegaskan visi kepemimpinannya. “Kami ingin organisasi ini menjadi perekat, pemersatu, dan penjaga kerukunan antarumat beragama, sekaligus mencetak kader yang mampu memberikan sumbangsih positif bagi kota ini,” ujarnya.

Stefanus menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, hingga komunitas lintas iman. “Pemuda harus kreatif, kolaboratif, dan mampu menghadirkan ide segar yang bermanfaat,” tambahnya.

Pelantikan ini bukan hanya soal serah terima tongkat estafet kepemimpinan. Maskendari, S.P., M.Si., Dewan Pakar Pemuda Katolik, mengajak para kader menoleh ke belakang, menyusuri jejak panjang organisasi. Dalam paparannya bertajuk “Sejarah Pemuda Katolik”, ia menyingkap akar yang menghubungkan organisasi ini dengan dinamika bangsa sejak awal abad ke-20. Dari Katholieke Jongelingen Bond tahun 1914, Moeda Katholiek 1929, hingga lahirnya Angkatan Muda Katolik Republik Indonesia (AMKRI) pada 15 November 1945.

Transformasi besar terjadi pada Kongres 1960 di Solo, ketika nama resmi Pemuda Katolik disahkan. “Sejak itu, Pemuda Katolik meneguhkan semangat Pro Ecclesia et Patria—membela Gereja dan Tanah Air,” jelas Maskendari.

Kalimantan Barat sendiri pernah mencatat sejarah penting ketika Pontianak menjadi tuan rumah Kongres Nasional XV Pemuda Katolik pada 2012. Bagi Maskendari, sejarah panjang ini membuktikan Pemuda Katolik bukan sekadar organisasi, melainkan wadah kaderisasi pemuda Katolik berusia 17–45 tahun, dengan dasar hukum yang jelas dalam UU Kepemudaan dan Ormas.

Usai sesi sejarah, giliran Pastor Raymond Maurus Ngatu, MSA, yang memantik refleksi lebih mendalam. Membawakan materi “Spiritualitas Katolik untuk Pemuda Katolik”, ia mengingatkan agar iman tidak direduksi sekadar ritual sakramental. “Iman Katolik bukan sekadar urusan privat. Ia harus menyinggung politik, ekonomi, keadilan sosial, solidaritas, bahkan persoalan ekologi,” tegasnya. Suasana aula mendadak hening, seakan setiap telinga terpasang lebih tajam.

Pastor Raymond menekankan perlunya formasi iman yang kritis, profetis, dan transformatif. Ia mengutip Ajaran Sosial Gereja, dari Rerum Novarum (1891) hingga Fratelli Tutti (2020), sebagai fondasi membangun kesadaran sosial pemuda Katolik. “Kita butuh liturgi yang menyadarkan, bukan yang membutakan. Iman harus peka terhadap penderitaan kaum miskin dan jeritan bumi yang terluka,” ujarnya.

Tak kalah penting, Kepala Badan Kesbangpol Kota Pontianak, Ahmad Hasyim, S.T., hadir memberi warna kebangsaan dalam forum ini. Baginya, Pemuda Katolik punya posisi strategis dalam merawat pluralisme. “Kita punya negara Republik Indonesia yang berdiri di atas semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman ini harus kita rawat dengan toleransi dan kepedulian sosial,” katanya.

Ahmad mengajak Pemuda Katolik terus berdialog dengan pemerintah, aktif dalam pembangunan, sekaligus tetap dekat dengan Gereja. “Pemuda adalah garda terdepan keagamaan sekaligus kebangsaan,” tegasnya.

Di penghujung acara, Ir. Dominikus Baen, M.T., penasihat sekaligus Dewan Pakar Pemuda Katolik Komcab Pontianak, mengingatkan arti penting militansi dalam berorganisasi. Militansi, menurutnya, bukan soal kekerasan, melainkan dedikasi penuh hati. “Orang yang memiliki militansi tinggi akan mengupayakan segenap tenaga, pikiran, dan usahanya untuk mencapai tujuan terbaik. Militansi menandakan komitmen tinggi terhadap organisasi,” jelasnya.

Dominikus menilai, kader Pemuda Katolik harus memadukan militansi dengan intelektualitas, kreativitas, dan inovasi agar siap menghadapi tantangan zaman. “Dari proses kaderisasi, lahirlah manusia-manusia muda yang berkualitas, yang kelak menjadi problem solver masa depan,” katanya.

Pelantikan di Pontianak ini menjadi tonggak penting perjalanan Pemuda Katolik Komcab Pontianak. Dengan kepengurusan baru, organisasi ini bukan hanya ingin menjaga tradisi, melainkan juga menjawab tantangan zaman: menghadirkan iman yang membumi, merawat kebangsaan, dan menumbuhkan militansi yang cerdas.

Di bawah kepemimpinan Stefanus Paras Agung, Pemuda Katolik Pontianak meneguhkan diri sebagai organisasi kaderisasi yang siap berkolaborasi, bergerak, dan berdampak bagi Gereja, bangsa, dan masyarakat luas.

spot_img
Latest News

Pemuda Katolik, HIPMI, Gen Z, dan TIDAR Tana Tidung Silaturahmi dengan Wakil Bupati Terkait Ketahanan Pangan

Pemuda Katolik, HIPMI, Gen Z, dan TIDAR Tana Tidung Jalin Silaturahmi dengan Wakil Bupati Bahas Kolaborasi Ketahanan Pangan Tana Tidung,...
spot_img

More Articles Like This